Setiap
orang yang ingin memutuskan untuk menikah, sudah pasti yang terbayang adalah
indahnya menjadi pengantin baru. Ada
rasa bahagia, tegang sekaligus deg-deg-an… nano nano lah pasti rasanya, apalagi
kalau calonnya orang asing atau kata orang suka di sebut “bule”. Baik pihak
laki-laki atau perempuannya sudah membayangkan dan merencanakan bagaimana
kehidupan baru kelak yang akan di jalani ketika keduanya menyandang status baru
menjadi sepasang suami istri. Dapat di bayangkan juga rasa bahagia keluarga
dari kedua belah pihak, ucapan selamat berbahagia dan selamat menempuh hidup
baru akan berdatangan silih berganti dari berbagai penjuru untuk menyalami.
Eiitttt…
selain membayangkan yang indah-indah, pihak laki-laki atau pihak perempuannya
juga harus mempersiapkan diri untuk membayangkan kenyataan lain seperti apa dan
bagaimana hidup yang akan di jalani nanti bersama suami orang asing dan dengan
lingkungan yang asing pula. Akan ada banyak rutinitas baru, kegiatan baru,
tugas baru, dan kebiasaan baru sebagai seorang istri dan sebagai seorang suami untuk
bisa beradaptasi, kerjasama, saling melengkapi dan mendampingi satu sama lain
untuk menjalani kehidupan berumah tangga.
Khususnya
bagi yang akan menikah dengan orang asing, betul-betul harus di pertimbangkan
lagi matang-matang dalam mengambil keputusannya kelak untuk bersanding dengan
si “dia”. Karena ke depan pasti akan ada banyak perbedaan entah itu dalam hal bahasa,
karakter, makanan, budaya, adat dan kebiasaan yang lainnya. Setiap dua manusia bersatu
dalam sebuah ikatan pernikahan apalagi beda negara, artinya disitu ada dua negara,
dua karater, dua kultur, dua bahasa yang berbeda satu dengan yang lain. Jadi
selain persiapan teknis seperti persyaratan pernikahan, persiapan resepsi
pernikahan dan yang lainnya, ada hal lain yang jauh lebih penting bagi pasangan
yang ingin memutuskan untuk menikah dengan orang asing, yaitu persiapan mental ketika
harus tinggal bersama suami dan survive di negara orang.
Topik
ini cukup penting untuk di share dan baca oleh orang-orang yang sedang menjalin
hubungan dengan orang luar (khususnya orang Turki) supaya dapat di pikirkan keputusannya
secara matang bagaimana kehidupannya nanti kelak setelah menikah. Ketika kalimat
ijab kabul akan
diucapkan dan ikatan pernikahan akan di syahkan, mental masing-masing sudah
siap untuk struggle hidup bersama membangun rumah tangga yang harmonis dan
bahagia.
Sebetulnya
tinggal di luar negeri itu tidak sekeren, seindah atau senyaman yang
dibayangkan. Memang terlihat banyak keindahan, tempatnya rapih, bersih, cantik atau
banyak tempat bersejarah yang bisa di petik hikmahnya sekaligus bisa
jalan-jalan ke luar negeri. Tapi ternyata kenyataanya tidak seindah itu, akan
ada banyak tantangan yang harus dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satu tantangan yang nanti akan di hadapi itu adalah "Culture Shock"
atau geger budaya. Shock culture itu biasanya di hadapi oleh orang-orang yang
menghadapi transisi perpindahan lingkungan dari satu negara ke negara lain.
Dari segi mana sajakah itu??? saya akan coba kupas satu persatu.
1. Perbedaan
bahasa, karakter dan kebiasaan suami istri
Untuk perbedaan bahasa biasanya bisa
di tengahi dengan bahasa internasional yang sudah di akui secara umum yaitu
bahasa inggris. Tapi adakalanya ketika terjadi sebuah masalah atau sebuah salah
paham antara suami istri atau dengan pihak keluarga suami, kadang-kadang agak
susah untuk memberikan sebuah pengertian atau memahamkan satu sama lain. Karena
hampir rata-rata orang turki jarang yang bahasa inggrisnya bagus. Jadi terkadang
otak kita harus bekerja dua kali lipat karena kita harus menterjemahkan
terlebih dahulu kalimat demi kalimat yang akan di utarakan ke pasangan kita. Jadi
bayangkan saja, ketika situasi panas “pertengkaran” terjadi dan satu sama lain
pegang kamus dan harus nerjemahin dulu, itu bisa saja terjadi loh! Jadi bahasa
betul-betul memegang peranan penting dalam berkomunikasi dan juga menjadi kebutuhan
untuk bisa saling memahami, saling mengerti dalam mengutarakan maksud atau
keinginan dan juga isi hati. Jadi kita harus siap dengan segala kemungkinan dan
kendala perbedaan bahasa dalam kehidupan kita nantinya.
Perbedaan karakter akan selalu ada bagi
setiap pasangan pengantin baru. Entah itu pengantin dari satu negara, satu kota, satu etnis atau lintas
etnis… apalagi ini lintas negara. Setiap manusia memiliki karakter bawaan dan
kebiasaannya masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana cara menyikapi
perbedaan tersebut untuk bisa saling mengerti dan memberikan toleransi satu
sama lain. Intinya semua pihak harus bisa kompromi secara terbuka, adil dan
bijaksana.
Misalnya: sang istri karakternya
tipikal orang asia yang lemah lembut, sopan
dan selalu ‘legowo’ menerima apa adanya, tapi sebaliknya sang suami tipikal
turki yang keras, blak-blakan, pemaksa dan besar kemauan. Di antara semua
perbedaan tersebut ada satu persamaan yang bisa menyatukan semuanya itu yaitu
dengan cinta dan kasih sayang. Karena tipikal orang turki mayoritas romantis,
penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang. Jadi kita harus siap juga untuk
menghadapi perbedaan karakter seperti ini dan bisa kompromi satu sama lain. Puncaknya
kalau perbedaan ini ternyata tidak bisa di pertemukan berarti kita harus bisa
bersikap toleransi dengan membiarkan perbedaan tersebut dan tidak merugikan satu
sama lain.
Atau contoh kecil lain misalnya: si
istri orang Indonesia
biasa makan dengan tangan, sedangkan bagi suami orang turki kebiasaan mereka
makan dengan garpu, kalau makan dengan tangan terlihat menjıjıkkan dan kurang
sopan apalagi untuk makan bersama dengan keluarga. Perbedaan ini tinggal di
diskusikan solusinya tanpa mengintimidasi satu sama lain, maksudnya si istri
bisa makan dengan tangan kalau di rumah sendiri atau hanya berdua dengan suami.
Tapi ketika makan bersama dengan keluarga atau ke rumah orang lain harus pakai
sendok dan garpu.
2. Perbedaan
cuaca dan lingkungan
Cuaca di Turki ada 4 (empat) musim
sama seperti di eropa dari mulai musim panas (summer) sekitar bulan Juni sampai
Agustus, musim gugur (auntumn) sekitar bulan September sampai November, musim
dingin (winter) sekitar bulan Desember sampai bulan Februari, dan musim semi
(spring) dari mulai bulan Maret sampai Mei. Setiap musim memiliki suhu yang
berbeda, bahkan ketika transisi dari musim satu ke musim yang lainnya kondisi
suhu cuaca terkadang berubah drastis dari panas ke dingin atau dari dingin ke
panas. Kadang cuaca berangin yang bisa membuat orang pusing, terkadang cuaca lembab
panas tak karuan yang membuat orang pengen nyebur ke laut saat itu juga.
Jadi dalam menghadapi perubahan
cuaca seperti ini juga akan berpengaruh ke kesehatan badan, kesehatan kulit,
kostum pakaian dan juga stok makanan dan sayuran yang tersedia. Karena di di
musim dingin harga sayuran dan buah-buahan pasti akan naik dua kali lipat dari
harga biasa. Tapi terkadang ketika musim dingin, buah jeruk jenis sunkis justru
banyak di pasar dengan harga murah, kadang 1 TL perkilo (sekitar 5000 rupiah).
Untuk pakaianpun dalam setahun kayaknya
harus punya lebih banyak baju panjang, karena musim panas hanya 3 bulan,
sisanya pasti dingin dan puncaknya pas winter dengan baju bertebal dan berlapis
dengan sweater dan juga jaket/mantel bulu tentunya. Bagi perempuan, cuaca
winter akan jadi musuh untuk kesehatan kulit karena akan membuat kulit jadi
kering, jadi harus siap sedia krem pelembab atau semacam jenis vaselin agar
kulit tidak kering.
Intinya setiap perpindahan musim,
baju pasti akan selalu di pack dan masuk laci gudang barang. Biasanya setiap
musim dingin lewat, mantel atau jaket tebal di simpan atau di packing lagi ke
lemari dan baju tangan panjang dan jaket biasa di keluarkan. Bisa di bayangkan
repotnya dalam mengatur per-kostuman dan bongkar pasang lemari setiap
pergantian musim kan.
3. Perbedaan
generasi antara mertua dan menantu (or just say miss-communication across
generation)
Hampir rata-rata kehidupan
pernikahan suami istri selalu akan ada tantangan tersendiri dengan adanya kehadiran
mertua di tengah rumah tangga pengantin baru. Dan ternyata hal ini menjadi salah
satu faktor terbanyak “kericuhan” dalam rumah tangga anaknya. Apalagi ketika pasangan tersebut harus di hadapkan dengan
pilihan serumah dengan mertua, bisa di bayangkan ga nantinya akan seperti apa.
Sebetulnya ada nilai positif dan negatif ketika harus tinggal satu atap dengan orang
tua suami alias mertua.
Positifnya jadi bisa belajar memasak
makanan turki, belajar cara membersihkan rumah dari mulai ruang tamu, dapur,
kamar dan toilet. Believe me, cara membersihkan rumah orang turki sangat detail
sampe ke gagang pintu dan pintunya pun di lap bersih bolak balik hingga ke tiap
sela-sela lampu hias yang ada di rumah. Wanita turki cukup bersih, rapih dan
tertata banget kalau untuk urusan kebersihan dan kerapihan rumah. Bahkan kita
bisa belajar bahasa dan adat istiadatnya juga sekaligus kalau serumah dengan
mereka. Karena mertua adalah salah satu contoh terdekat untuk kita bisa belajar
bersosialisasi dengan orang turki.
Negatifnya, biasanya banyak yang ikut
campur tangan dan ngatur dalam setiap hal urusan rumah tangga pengantin baru. Tapi
tergantung orangnya juga, ada mertua yang cukup fleksibel dengan memberikan
keluasan dalam segala keputusan rumah tangga anaknya. Tapi ada juga yang campur
tangannya “extraordinary”, karena mungkin masih merasa mengasuh anaknya yang
masih “kecil”. Dari mulai urusan rumah, rutinitas masing-masing dan sampai
urusan pertengkaran antara pengantinnya itu sendiri. Apalagi kalau sudah punya
anak, biasanya ibu mertua pun akan ikut mengurus atau ikut mengatur segala
kebutuhan si bayi dari mulai makannya, bajunya dan bahkan waktu bermainnya. Karena
katanya, mertua sudah berpengalaman dalam menangani urusan rumah, tapi
terkadang mereka juga lupa bahwa menantu mereka adalah seorang istri atau
seorang ibu baru yang harus belajar dan harus terjun langsung ke lapangan untuk
bisa praktek langsung menangani urusan rumahnya sendiri.
Jadi kalau sudah ada keputusan untuk
menikah, pastikan sang suami sudah mencari rumah sendiri sehingga tidak perlu
harus serumah dengan mertua. Kalaupun ternyata bisa pisah rumah, tetap untuk
menjalin silaturahmi dengan orang tua dan keluarga suami. Selain untuk membina
ikatan persaudaraan dan mempererat tali silaturahmi, juga bisa menjadi media
pembelajaran bagi kita untuk memahami segala sesuatu tentang kultur dan budaya keluarga
di Turki.
Tapi kalau kondisinya ternyata
mengharuskan kita serumah dengan mertua, tinggal pintar menjaga sikap dan
berkompromi, kuncinya tetap harus pintar juga dalam berkomunikasi. Kita juga
harus ingat satu hal, bahwa suami kita di besarkan dan di urus oleh orang
tuanya dan dengan gaya
mereka, jadi kita perlu belajar bagaimana mengurus anak mertua kita, alias
suami.
4. Perbedaan
adat istiadat dan kultur lintas negara
Sekali lagi saya katakan kalau
tinggal di luar negeri itu tidak se-keren, se-indah dan se-nyaman yang di
bayangkan. Banyak sekali hal yang harus kita bisa beradaptasi dengannya, dan
banyak sekali hal yang harus kita pelajari di sekitar lingkungan kita. Dimana
salah satunya adalah adat istiadat dan kultur yang berlaku di negara tersebut.
Entah itu adat kultur dalam bertamu, berkomunikasi, bertetangga, bersosialisasi
dan yang lainnya.
Misal adat istiadat dalam bertamu
sudah saya bahas di postingan yang sebelumnya. Contoh lain misalnya adat orang
turki dalam berkomunikasi, jangan kaget ketika mendapatkan 2 orang turki
ngobrol satu sama lain dalam nada tinggi seperti yang sedang bertengkar, tapi
ternyata itu hanya obrolan biasa yang topiknya cukup “hangat” tentang politik
misalnya. Jadi nada tinggi mereka bukan bertengkar, tapi hanya sekedar diskusi.
Tapi sekalinya orang turki harus bertengkar, pasti akan lebih tinggi dari pada
suara yang sebelumnya, jadi just be ready aja ya kalau banyak suara nada “sopran”
di sekitar kita kalau sudah berada di Turki.
Satu lagi yang saya pelajari dari sifat
kerasnya orang Turki. Ketika mereka marah, mereka akan mengeluarkan segala
kemarahan mereka saat itu juga, dengan kalimatnya yang pedas dan keras serta dengan
sikap mereka yang keras juga, tapi ketika marahnya selesai satu jam atau satu
hari kemudan mereka akan ngobrol biasa lagi, saling bercanda atau berpelukan
lagi satu sama lain. Hebat juga pengelolaan emosinya (big thumb). Beda dengan
kultur orang Indonesia yang
marahnya bisa di pendam atau mungkin jarang marah (karena orang indonesia kan
ramah ya :D), tapi sekali marah lamanya minta ampun bahkan bisa dendam
berbulan-bulan atau ujung-ujungnya bisa memutuskan tali silaturahmi. Tapi semua
kembali kepada karakternya masing-masing, bisa jadi ada juga yang berbeda.
5. Perbedaan
makanan, bumbu dan lainnya
Salah satu perjuangan lain yang
harus di hadapi adalah urusan makanan. Jangan harap ada mas bakso atau mie ayam
yang datang keliling ke depan rumah. Atau mengharapkan tukang gorengan dan
tukang mie telor yang biasa mejeng di depan gang rumah. Semua makanan yang
biasa kita tinggal panggil “mas” atau “mang”-nya, kalau di Turki kita harus
bisa buat sendiri!!! Jadi kalau mau makan masakan Indonesia, buat bahannya sendiri,
berjuang masak sendiri dan nikmati juga sendiri. Mau bakso?! buat sendiri, dari
mulai menggilingnya dan merebusnya. Mau pempek, mau sambel atau mau rendang?!
buat sendiri. Jadi harus siap dari sekarang ya kalau rindu dengan makanan itu
semua harus siap berjuang sendiri. Apapun kondisinya, di Turki tidak ada rumah
makan padang
atau warteg langganan.
Jadi sebelum ke Turki, pastikan
membawa bumbu instant, atau bumbu lain dan bahan makanan yang tidak ada di
Turki. Jika sewaktu-waktu rindu makanan tersebut kita sudah siap menyingsingkan
lengan baju dan tempur di dapur.
6. Perbedaan
sistem sosial masyarakat, kepemerintahan dan politik
Untuk sistem kemasyarakata di Turki,
mulai dari pendataan sipil dan kependudukan cukup terdata dengan rapi dan
canggih. Setiap orang Turki pasti memiliki KTP atau dalam bahasa turkinya
disebut “KIMLIK”, dan masing-masing orang memiliki nomor kimliknya
masing-masing, termasuk bayi yang baru lahir. Jadi tidak mungkin akan terjadi
penggandaan data atau double kimlik karena data base kependudukan tersusun
secara sentral dan bisa di lihat secara online di belahan kota manapun di seluruh turki. Jadi misal
ketika ada warga turki yang menikah di luar negeri, misal di indonesia maka dia harus lapor diri
ke kedutaan turki sehingga data dia bisa langsung di rubah statusnya menjadi
menikah.
Untuk kepemerintahan juga sejauh
yang saya perhatikan secara general cukup disiplin dan bagus cara kerjanya,
termasuk birokrasinya juga cukup simple dan mudah sehingga step by stepnya bisa
di lakukan oleh setiap orang bahkan dari desa sekalipun. Misal untuk urusan
KTP, passport, asuransi dan lainnya. Untuk mengajukan kimlik/ktp saja hanya
membutuhkan 15 menit tunggu langsung jadi. Passport pun kalau tidak salah hanya
menunggu sekitar 3-7 hari setelah pengajuan di tempat asalnya, dan passportnya
di kirim langsung dari kantor pusat di Ankara
lewat paket pos. Pokoknya masalah pelayanan pemerintah layak di acungkan jempol
deh. Asal kita tahu aturan dan persyaratannya sudah cukup.
Untuk fasilitas umum seperti taman
bermain untuk anak-anak, fasilitas alat olahraga, lapangan bola basket atau
lapangan skateboard tidak kalah keren seperti yang sering kita temukan di
komplek atau di mall-mall. Sebetulnya semua fasilitas ini juga sangat masuk
akal karena pajaknya yang tinggi, entah itu pajak listrik, air, gas,
barang-barang elektronik dan pajak yang lainnya. Tapi pengelolaan pajaknya
terlihat jelas dan di rasakan oleh masyarakat itu sendiri. Bahkan untuk
kesehatan juga ada jaminan asuransi khusus bagi masyarakat yang tidak bekerja
alias pengangguran.
Untuk tatanan masyarakatnya
rata-rata orang Turki tinggal di gedung apartemen, sangat jarang orang turki
tinggal di rumah seperti gaya perumahan orang Indonesia.
Kalau di kita perumahan sangat banyak, dan apartemen sekarang baru menjadi
trend. Kalau di Turki rata-rata orang tinggal di gedung apartemen, adapun
komplek perumahan satu lantai seperti di kita biasanya hanya untuk orang elit
atau yang berada. Ada
juga yang punya rumah sendiri di tanah sendiri biasanya orang-orang yang
tinggal di desa-desa.
Untuk masalah politik, kalau di
lihat dari jauh seperti simple tapi kalau di lihat dari dekat lagi sebetulnya cukup
kompleks. Secara garis besar politik di Turki ada beberapa kubu, dari mulai
garis sekuler yang di wakili parti CHP partainya orang sekuler, garis islam
yang di wakili dengan partai AKP partainya PM Turki Recep Tayyip Erdogan, garis
islam nasionalis dengan partai MHP yang katanya mewakili untuk prinsip
kebangsaan dan keislaman di satukan menjadi satu. Jadi kalau mau melihat cara
pandang politik pasangan kita, coba tanya pendukung partai apa si doi. Tapi
yang namanya politik tetap politik, setiap orang bisa saja berubah dan berbeda
dengan prinsip aslinya.
Mudah-mudahan poin-poin di atas bisa
cukup memberikan gambaran secara general tentang perbedaan dan tantangan yang
akan di hadapi nanti ketika hidup di Turki. Jika ada kesalahan atau kekurangan
mohon di kasih tahu aja di komen atau send email langsung juga boleh. After
all, saya hanya berdoa bagi siapapun yang sekarang sedang di landa kebingungan
atau kegalauan dalam mengambil keputusan, semoga Allah/Tuhan memberikan pilihan
dan jawaban yang terbaik bagi mereka. Aamiin
Wallahu
alam bishawwab